Ikut Survey Online Dapat Duit

Klik Disini !

Maret 14, 2009

GOLONGAN OBAT

Obat Bebas dan Bebas Terbatas

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Undang - Undang No. 23 tahun 1992). Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

INFORMASI UMUM OBAT
Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992).

Penggolongan Obat
Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Parasetamol

2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM

3. Obat Keras dan Psikotropika
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat


Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh : Diazepam, Phenobarbital


4. Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin
Sebelum menggunakan obat, termasuk obat bebas dan bebas terbatas harus diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tersebut dapat diperbolehkan dari etiket atau brosur pada kemasan obat bebas dan bebas terbatas.

Informasi Kemasan, Etiket dan Brosur
Sebelum menggunakan obat, bacalah sifat dan cara pemakaiannya pada etiket, brosur atau kemasan obat agar penggunaannya tepat dan aman.
Pada setiap brosur atau kemasan obat selalu dicantumkan:
• Nama obat
• Komposisi
• Indikasi
• Informasi cara kerja obat
• Aturan pakai
• Peringatan (khusus untuk obat bebas terbatas)
• Perhatian
• Nama produsen
• Nomor batch/lot
• Nomor registrasi
Nomor registrasi dicantumkan sebagai tanda ijin edar absah yang diberikan oleh pemerintah pada setiap kemasan obat.
• Tanggal kadaluarsa

Tanda peringatan
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang
5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :







Cara Pemilihan Obat
Untuk menetapkan jenis obat yang dibutuhkan perlu diperhatikan :
a) Gejala atau keluhan penyakit
b) Kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes mellitus dan lain-lain.
c) Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat tertentu.
d) Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat.
e) Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat dengan obat yang sedang diminum.
f) Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap, tanyakan kepada Apoteker.

Cara Penggunaan Obat
a) Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus.
b) Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.
c) Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan dan tanyakan kepada Apoteker dan dokter.
d) Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.
e) Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap, tanyakan kepada Apoteker.

Cara Pemakaian Obat Yang Tepat
Minum obat sesuai waktunya
Bila anda hamil atau menyusui tanyakan obat yang sesuai
Gunakan obat sesuai dengan cara penggunaannyaObat digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan, pada saat yang tepat dan dalam jangka waktu terapi sesuai dengan anjuran.

Petunjuk Pemakaian Obat Oral (pemberian obat melalui mulut)
· Adalah cara yang paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Yang terbaik adalah minum obat dengan segelas air.
· Ikuti petunjuk dari profesi pelayan kesehatan (saat makan atau saat perut kosong)
· Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus ditelan seluruhnya. Tidak boleh dipecah atau dikunyah
· Sediaan cair, gunakan sendok obat atau alat lain yang telah diberi ukuran untuk ketepatan dosis. Jangan gunakan sendok rumah tangga.
· Jika penderita sulit menelan sediaan obat yang dianjurkan oleh dokter minta pilihan bentuk sediaan lain.

Petunjuk Pemakaian obat oral untuk bayi/anak balita :
· Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya, gunakan sendok takar dalam kemasan obatnya.
· Segera berikan minuman yang disukai anak setelah pemberian obat yang terasa tidak enak/pahit,

Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Mata
· Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata) dan
· selalu ditutup rapat setelah digunakan.
· Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan harus diikuti dengan benar.
· Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung konjungtiva, obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan mata ditutup selama 1-2 menit, jangan mengedip.
· Ujung mata dekat hidung ditekan selama 1-2 menit
· Cuci tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada tangan

Petunjuk Pemakaian Obat Salep Mata
· Ujung tube salep jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata).
· Cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung konjungtiva, tube salep mata ditekan hingga salep masuk dalam kantung konjungtiva dan mata ditutup selama 1-2 menit. Mata digerakkan ke kiri-kanan, atas-bawah.
· Setelah digunakan, ujung kemasan salep diusap dengan tissue bersih (jangan dicuci dengan air hangat) dan wadah salep ditutup rapat.
· Cuci tangan untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada tangan.

Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Hidung
· Hidung dibersihkan dan kepala ditengadahkan bila penggunaan obat dilakukan sambil berdiri dan duduk atau penderita cukup berbaring saja.
· Kemudian teteskan obat pada lubang hidung dan biarkan selama beberapa menit agar obat dapat tersebar di dalam hidung
· Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan diantara dua paha Setelah digunakan, alat penetes dibersihkan dengan air panas dan keringkan dengan tissue bersih.

Petunjuk Pemakaian Obat Semprot Hidung
· Hidung dibersihkan dan kepala tetap tegak. Kemudian obat disemprotkan ke dalam lubang hidung sambil menarik napas dengan cepat.
· Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan diantara dua paha
· Setelah digunakan, botol alat semprot dicuci dengan air hangat tetapi jangan sampai air masuk ke dalam botol kemudian dikeringkan dengan tissue bersih.

Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Telinga
· Ujung alat penetes jangan menyentuh benda apapun termasuk telinga
· Cuci tangan sebelum menggunakan obat tetes telinga
· Bersihkan bagian luar telinga dengan "cotton bud"
· Jika sediaan berupa suspensi, sediaan harus dikocok terlebih dahulu
· Cara penggunaan adalah penderita berbaring miring dengan telinga yang akan ditetesi obat menghadap ke atas. Untuk membuat lubang telinga lurus sehingga mudah ditetesi maka bagi penderita dewasa telinga ditarik ke atas dan ke belakang, sedangkan bagi anak-anak telinga ditarik ke bawah dan ke belakang. Kemudian obat diteteskan dan biarkan selama 5 menit
· Bersihkan ujung penetes dengan tissue bersih.

Petunjuk Pemakaian Obat Supositoria
· Cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan, suppositoria dibasahi dengan air.
· Penderita berbaring dengan posisi miring dan suppositoria dimasukkan ke dalam rektum.
· Masukan supositoria dengan cara bagian ujung supositoria didorong dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter rektal; kira-kira ½ - 1 inchi pada bayi dan 1 inchi pada dewasa.
· Jika suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan, maka sebelum digunakan sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin selama 30 menit kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum kemasan dibuka
· Setelah penggunaan suppositoria, tangan penderita dicuci bersih.

Petunjuk Pemakaian Obat Krim/Salep rektal
· Bersihkan dan keringkan daerah rektal, kemudian masukkan salep atau krim secara perlahan ke dalam rektal.
· Cara lain adalah dengan menggunakan aplikator. Caranya adalah aplikator dihubungkan dengan wadah salep/krim yang sudah dibuka, kemudian dimasukkan ke dalam rektum dan sediaan ditekan sehingga salep/krim keluar.
· Buka aplikator dan cuci bersih dengan air hangat dan sabun.
· Setelah penggunaan, tangan penderita dicuci bersih

Petunjuk Pemakaian Obat Vagina
· Cuci tangan sebelum menggunakan obat dan gunakan aplikator sesuai dengan petunjuk penggunaan dari industri penghasil sediaan.
· Jika penderita hamil, maka sebelum menggunakan obat sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan profesional perawatan kesehatan.
· Penderita berbaring dengan kedua kaki direnggangkan dan dengan menggunakan aplikator obat dimasukkan ke dalam vagina sejauh mungkin tanpa dipaksakan dan biarkan selama beberapa waktu.
· Setelah penggunaan, aplikator dan tangan penderita dicuci bersih dengan sabun dan air hangat.

Efek Samping
Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak diharapkan yang terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Yang perlu diketahui tentang efek samping adalah :
• Baca dengan seksama kemasan atau brosur obat, efek samping yang mungkin timbul.
• Untuk mendapatkan informasi tentang efek samping yang lebih lengkap dan apa yang harus dilakukan bila mengalaminya, tanyakan pada Apoteker.
• Efek samping yang mungkin timbul antara lain reaksi alergi gatal-gatal, ruam, mengantuk, mual dan lain-lain.
• Penggunaan obat pada kondisi tertentu seperti pada ibu hamil, menyusui, lanjut usia, gagal ginjal dan lain-lain dapat menimbulkan efek samping yang fatal, penggunaan obat harus di bawah pengawasan dokter - Apoteker.

Cara Penyimpanan Obat
1. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat. Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung atau seperti yang tertera pada kemasan.
2. Simpan obat ditempat yang tidak panas atau tidak lembab karena dapat menimbulkan kerusakan.
3. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.
4. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.
5. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.

Tanggal Kadaluarsa
Tanggal kadaluarsa menunjukkan bahwa sampai dengan tanggal yang dimaksud, mutu dan kemurnian obat dijamin masih tetap memenuhi syarat.
Tanggal kadaluarsa biasanya dinyatakan dalam bulan dan tahun. Obat rusak merupakan obat yang mengalami perubahan mutu, seperti :

1. Tablet
- Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
- Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
- Kaleng atau botol rusak
2. Tablet salut
- Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
- Basah dan lengket satu dengan lainnya
- Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
3. Kapsul
- Perubahan warna isi kapsul
- Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu sama lain
4. Cairan
- Menjadi keruh atau timbul endapan
- Konsistensi berubah
- Warna atau rasa berubah
- Botol plastik rusak atau bocor
5. Salep
- Warna berubah
- Pot atau tube rusak atau bocor
- Bau berubah

Dosis
Dosis merupakan aturan pemakaian yang menunjukkan jumlah gram atau volume dan frekuensi pemberian obat untuk dicatat sesuai dengan umur
dan berat badan pasien.
- Gunakan obat tepat waktu sesuai aturan pemakaian.
Contoh :
• Tiga kali sehari berarti obat diminum setiap 8 jam sekali
• Obat diminum sebelum atau sesudah makan
• Jika menggunakan obat-obat bebas, ikuti petunjuk pada kemasan atau brosur/leaflet
- Bila terlupa minum obat :
• Minumlah dosis yang terlupa segera setelah ingat, tetapi jika hamper mendekati dosis berikutnya, maka abaikan dosis yang terlupa dan kembali ke jadwal selanjutnya sesuai aturan.
• Jangan menggunakan dua dosis sekaligus atau dalam waktu yang berdekatan.

Hal-hal yang harus Diperhatikan
1. Kemasan/wadah
Harus tersegel dengan baik, tidak rusak, tidak berlubang, tanggal kadaluarsa jelas terbaca.
2. Penandaan pada wadah
- Baca zat berkhasiat dan manfaatnya
- Baca aturan pakainya, misalnya sebelum atau sesudah makan
- Untuk pencegahan overdosis, jangan minum obat 2 kali dosis bila sebelumnya lupa minum obat
- Baca kontraindikasinya
Misalnya:
- tidak boleh diminum oleh ibu hamil/menyusui
- tidak boleh diminum oleh penderita gagal ginjal
- Baca efek samping yang mungkin timbul
- Baca cara penyimpanannya
3. Bila ragu tanyakan pada Apoteker
4. Bila sakit berlanjut hubungi dokter
(Sumber : farmasi.dinkeskaltim)

For An Active young women

Active Young Women Need Calcium, Vitamin D
The supplements can help prevent stress fractures, experts say
By Serena Gordon - HealthDay Reporter



Calcium and vitamin D supplements may do more than strengthen bones in older women. These vital nutrients may also help younger, active women reduce their risk of stress fractures. To illustrate that point, many bone health experts refer to a recent study of more than 5,200 female U.S. Navy recruits that found that women who didn't take additional calcium and vitamin D were about 25 percent more likely to suffer a stress fracture than women who took the vitamin and mineral combination.

"The most common time for a stress fracture is when you're increasing your exercise levels -- when you're going from doing nothing to doing a whole lot. It's too much, too fast, and the bone can't handle it," explained Dr. Sabrina Strickland, an orthopedic surgeon who specializes in sports medicine at the Hospital for Special Surgery in New York City.

"Before you embark on any sort of exercise regimen, take calcium and vitamin D supplements to reduce your chances of a stress fracture," she advised.

Stress fractures occur when muscles become tired and can't absorb shock properly. That force is then transferred to the bone instead. After time, that added shock can cause a tiny crack in the bone. More than half of all stress fractures occur in the lower leg, according to the American Academy of Orthopaedic Surgeons.

Women are more likely to suffer stress fractures, particularly women involved in just one particular sport, such as running, tennis, gymnastics or basketball.

"Stress fractures are seen in people who do the same activity over and over again," said Dr. Elton Strauss, an associate professor of orthopedic surgery at the Mount Sinai Medical School in New York City.

In the Navy recruit study, the women were undergoing eight weeks of basic training. All were between the ages of 17 and 35. The women were randomly divided into two groups. One group was given daily supplements containing 2,000 milligrams of calcium and 800 international units of vitamin D, while the other group took a placebo.

More than 300 women developed a stress fracture. About 170 women who took a placebo experienced a stress fracture. That means about 25 percent more of the placebo group had a stress fracture compared to those taking the supplements. Results of the study were presented at a recent meeting of the Orthopaedic Research Society.

"I recommend that all of my female patients take 1,200 to 1,500 milligrams of calcium citrate and 800 international units of vitamin D3 daily," said Strickland. Strickland also advised that athletes should cross-train to avoid stress fractures. If you're a runner, she suggests lifting weights. "Don't just participate in impact activities," she cautioned.

Strauss agreed that cross-training is crucial for strengthening muscles and ligaments, which will help prevent stress fractures. "You shouldn't do the same sport seven days a week," he said.

Strauss also suggested making sure you get plenty of sleep. And, if you're participating in a lot of exercise, you should "push for at least 12 to 15 grams of protein at each meal." Protein is important for the metabolism of muscles and bones, he said.

Strauss also recommended getting adequate levels of calcium, because it's "good for the entire musculoskeletal system." He said he thought most runners and other athletes spend enough time outdoors that they might not need a vitamin D supplement, because the body makes vitamin D when exposed to sunlight. However, athletes who are vigilant about applying sunscreen may need the additional vitamin D.

Finally, when you begin a new activity, take it slow, Strickland advised. "Don't do too much too fast. The typical rule for runners, and one almost nobody follows, is to increase the amount of running by 10 percent each week," she said.



(Sumber : Drugdigest.org)

Compounding Puyer Tak Sesuai Kaidah

87 Persen Puyer Tak Sesuai Kaidah Teknis

Kontroversi tentang obat puyer masih terus merebak. Menurut pemberitaan media massa, puyer memiliki potensi bahaya, misalnya pemberian obat berlebih (polifarmasi). Sementara itu Ikatan Dokter Indonesia beranggapan obat puyer tidak berbahaya. Perbedaan pandangan ini menimbulkan kebingungan di masyarakat. yang menjadi korban tentunya para konsumen, kaum awam yang bukan keinginan mereka jika dokter meresepkan obat dalam bentuk puyer.

Mengapa isu tentang bahaya puyer mengemuka saat ini?
Ada masalah substansi yang dilupakan orang. Orang sekedar mengartikan bahwa puyer itu sesuatu yang disajikan untuk alternatif dalam pemberian obat. Kalau kita lihat ke belakang, ketika orang mulai mengenal obat, memproduksi obat, nah variasi sediaan obat masih terbatas, (yakni) tablet polos semuanya. Kemudian bingung, bagaimana sediaan untuk anak? Dosisnya kan tidak ada. Maka kemudian dicampurkan, sehingga puyer nggak jadi masalah.
Dalam perjalanannya, obat itu jenisnya beragam. Ada yang tablet salut selaput, ada salut gula, yang itu sama sekali nggak boleh dihancurkan saat diminum. Ia harus dalam bentuk aslinya. Sebab, kalau dijadikan puyer, akan rusak. Yang lainnya lagi, ada obat-obat yang dalam bentuk sediaan lepas lambat. Artinya, kalau diminum, ia tidak boleh diabsorbsi di lambung, harus lebih ke bawah lagi, atau secara bertahap dilepaskan di dalam lambung. Kalau (obat ini) dipecah, akan meninggakatkan risiko efek samping pada pasien.Jadi Kalau saya melihatnya dari aspek ilmiah, (isu bahaya puyer) ini sudah bergeser dari masalah substansi ke masalah yang lebih ke arah politis. Artinya, perdebatan membelok dari arah yang semestinya. Menurut saya, yang perlu diperhatikan adalah masalah keamanan. Ketika orang bicara masalah keselamatan pasien, puyer ini seharusnya tidak harus menjadi isu lagi.

Jadi puyer itu tidak ada masalah?
Bukan nggak ada masalah dengan puyer. Justru sekarang jadi masalah karena sebetulnya sediaan obat untuk anak yang dibuat dengan proses fabrikasi, (yang) steril dan sebagainya sudah cukup banyak tersedia. Kok, orang masih saja menggunakan puyer. Jadi, singkatnya, pada era yang seperti ini, mestinya kita sudah menggantikan cara - cara tradisional yang nggak jelas manfaatnya dan risikonya lebih besar dari aspek higienis dan sebagainya.
Kira-kira sejak 10 tahun lalu, saya sudah mendengung- dengungkan masalah medication error, antara lain soal mencampur-campur obat. (Padahal) orang yang meresepkan obat dalam bentuk puyer itu tidak mengerti sifat dari masing-masing obat, sehingga berbahaya untuk pasien. Misalnya, obat A dan obat B yang seharusnya dipisah. Yang A diminum pagi dan yang B seharusnya pada malam. Tapi dengan diracik, lalu diminum pagi semua, akan meningkatkan risiko efek samping. Nah, ini yang harusnya diluruskan.

Sebenamya puyer itu apa? Adakah bahayanya?
Puyer, sejauh proses pembuatannya dengan cara-cara yang benar, nggak ada masalah. Pertama, aspek teknis, harus di buat di tempat yang bersih. Misalnya dicampur di lumpang, maka setiap kali sesudah digunakan oleh satu pasien, lumpang itu harus dibersihkan dengan cerrnat. Sebagian besar apotek, lumpangnya hanya satu dan dipakai terus, nggak pernah dicuci.
Kedua, masalah kompetensi. Yang meracik obat itu biasanya asisten apoteker yang punya keterbatasan dalam hal pengetahuan. Dia tidak diajari pengetahuan apakah beberapa obat yang diberikan bersamaan itu bisa berbahaya bagi tubuh atau tidak.
Ketiga, masalah pengetahuan. Bisa pengetahuan dokternya, bisa pengetahuan petugas apotek. Dokter meresepkan obat puyer, tujuannya meningkatkan ketaatan pasien dalam meminum obat. Ternyata, dalam perkembangannya, dokter itu tidak menyadari bahwa ada obat yang nggak boleh dicarnpur, ada sifat fisika -kimiawi tidak bisa bercampur.Contohnya mencampurkan antibiotik dengan obat penurun demam. lni akan membahayakan si anak. Mengapa? Karena kontradiksi. Antibiotik harus diminum terus - menerus sampai habis, sedangkan obat penurun panas diminum saat demam saja. Bila obat dicampur, anak ini akan terpapar oleh obat yang nggak perlu. Ini akan berisiko efek samping.
Lalu soal pengetahuan pharmacist (ahli farrnasi). Seberapa banyak sih apotek yang mencampurkan obat itu di bawah orang yang memang knowledgeable. Pharmacist itu bertanggung jawab sepenuhnya kalau ia melihat ada obat yang nggak boleh dicampur. Dia harus menghubungi dokter (yang meresepkan). Celakanya, pharmacist-nya juga nggak tahu bahwa itu nggak boleh dicampur. Daripada susah-susah menelepon dokter, apalagi dokternya marah kalau ditelepon, dia tidak lakukan itu.

Artinya, kalau tiga aspek itu dipenuhi, puyer itu aman?
Aman. Tidak perlu ada ribut-ribut seperti saat ini. Masalahnya, siapa yang akan memonitor bahwa peracikan obat itu sudah dilakukan dengan benar berdasar tiga aspek itu?

Apa itu polifarmasi?
Polifarmasi itu definisinya adalah pemberian berbagai jenis obat untuk indikasi yang meragukan bagi kita. Misalnya, seorang pasien datang dengan keluhan batuk, pilek, demam, pusing dan pegal-pegal. Lalu, setiap gejala yang dikeluhkan diberi obat sendiri-sendiri. Padahal mestinya diobati secukupnya saja. Tidak "diternbak" satu per satu. Studinya banyak sekali yang menyebutkan, semakin banyak obat yang diberikan, semakin besar. risiko terjadinya efek samping.

Bagaimana praktek pemberian resep puyer yang banyak terjadi di Indonesia?
Kami pernah meneliti, 87 persen tidak sesuai dengan kaidah teknis. Semuanya masih dengan cara tradisional, digerus, kemudian cara pembaginya juga salah. Coba kalau kita lihat, cara pembaginya ya hanya dikerok dengan kertas dan kemudian dibagi-bagi dalam beberapa bungkus. Antara satu bungkus dan bungkus lainnya tentu dosisnya sudah berbeda.
Kalau aspek teknisnya saja sudah salah, saya mengatakan jangan pakai puyer kalau apotek saja tidak bisa menjamin bisa melakukan dengan baik. Ada apotek yang mengatakan selalu mencuci. Kami menemukan 87 persen (lumpang) tidak dicuci. Bahkan kadang-kadang bisa saja berhani-hari baru dicuci karena merasa pasiennya banyak.Ini kan bahaya.

Mengapa dokter kerap meresepkan puyer, terutama untuk pasien anak?
lni masalah ilmu tradisional. Mencampurkan obat menjadi puyer akan meningkatkan ketaatan (meminum obat). Daripada harus berkali-kali minum, lebih praktis jika sekali minum. Kedua , agar lebih cespleng (manjur).
Yang jelas, dengan puyer, zaman dulu, akan lebih murah karena jumlah obat yang masih terbatas. Misalnya, parasetamol itu harganya kan hanya Rp.30, lalu dicampur-campur dengan obat lain sehingga jadi murah. Tapi sekarang tidak lagi. Banyak dokter yang memberi resep bukan dengan obat generik, tapi dengan brand name drug (obat bermerek). Obat-obat yang mahal-mahal lalu dia campurkan, maka jadinya puyer itu mahal.

Mengapa dokter anak tidak mengubah kebiasaan meresepkan puyer ini?
Saya juga nggak tahu. Saya kira ini nanti tugas organisasi profesi. Ikatan Dokter Anak Indonesia mestinya mengambil inisiatif untuk melihat kembali apakah praktek itu masih benar. Di tempat-tempat terpencil, misalnya, memang sulit mendapatkan sediaan obat yang macam-macam. Jadi puyer mestinya masih bisa . Tapi di kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya, misalnya, kan apotek sudah da di mana-mana. Setiap 100 meter ada apotek, sediaan obat bermacam-macam, maka tidak masuk akal kalau dokter itu meresepkan puyer. Celakanya lagi, merugikan pasien. Untuk mengambil puyer itu kan harus menunggu lama. Lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya.

Apa benar dokter-dokter Bangladesh dan India sudah tidak lagi meresepkan puyer?
Yang saya lihat di India, enam atau tujuh tahun lalu , masih ada resep puyer, tapi dilakukan oleh traditional healer , seperti dukun dan mantri-rnantri di pelosok. Bukan dokter. Tidak ada resep di apotek berupa campuran beberapa obat. Apakah kita ini doktemya sekualitas mantri di India (tertawa)? Kecuali kalau mau menurunkan kastanya.
Apa yang harus dilakukan pasien dan keluarganya saat menerima resep obat dari dokter?
Pasien punya hak betanya, hak minta dijelaskan, hak mengklarifikasi apa yang dia terima, Pasien punya hak bertanya obat ini jenisnya apa, kapan harus minum, dan sebagainya. Dokter harus menjelaskan, diminta atau tidak diminta. Kalau, karena keterbatasan waktu, pasiennya banyak, jawabannya tidak enak, misalnya, dan pasien tidak mendapat informasi yang cukup, dia bisa menanyakan kepada apotek. Di apotek, harus ada pharmacist atau apoteker. Kalau apotek tidak ada pharmacist, itu sarna dengan toko obat karena tidak ada orang yang kompeten atau bisa bertanggung jawab atas rnasalah-masalah yang berkaitan dengan obat.
Kalau perlu, minta klarifikasi. Misalnya puyer ini obatnya apa saja, tolong jelaskan. Bolehkah obat ini dicampur-carnpur seperti ini. Pasien juga berhak bertanya soal harga obat dan berhak meminta obat yang harganya lebih murah atau obat generiknya. Kadang-kadang apotek memang menjawab hanya menjalankar perintah dokter. Kalau apotek takut dikomplain dokternya, pasiennya kan bisa diminta tanda tangan bahwa pasiennya minta obat yang lebih murah dan memang tersedia. Daripada pasien tidak sembuh karena tidak bisa beli obatnya, lebih baik ada altematif lain. Itu hak pasien untuk bertanya sampai di level apotek.
Benarkah calon dokter mendapatkan pelajaran mata kuliah farmakologi tentang meracik puyer?
Farmakologi UGM sudah sejak lebih dari 10 tahun lalu tidak lagi mengajarkan ilmu meracik obat. Yang kita ajarkan, ketika menggabungkan obat, harus paharn betul kondisinya seperti apa: darurat? Tidak ada sediaan obat yang ada di lapangan? Itu bisa dilakukan untuk keadaan khusus.

Mereka belajar meracik obat dari dokter - dokter senior?
Betul sekali. Celakanya itu, dalam proses pendidikan kan harus melalui magang di rurnah sakit. Selama seniornya mempraktekkan meracik obat, dia merasa diajari yang benar. Maka kemudian mengikuti seniomya. Memang harus pelan-pelan (untuk menghilangkannya). Sekarang kita ikhlaskan kalau sekarang ini masih ada generasi yang meresepkan puyer. Tapi ingat, tidak semua puyer itu salah. Bayangkan Anda di Papua atau di daerah pedalaman yang ketersediaan obatnya sulit, puyer masih menjadi pilihan yang baik. Inilah yang kita bekalkan kepada mahasiswa, bukan mengajarkan tentang mencampur obat. Pada saat dalam kondisi sulit, apa yang bisa dilakukan. Inilah yang kita ajarkan